Kamis, 05 Januari 2012

Perkembangan Rasa Agama Pada Anak

PERKEMBANGAN RASA AGAMA PADA ANAK
( Eri Alvan A, Zumrotun Nikmah, Ervin Yuniartiningtyas )

Religiusitas atau rasa agama pada seseorang akan terus berkembang semenjak usia dini serta mengalami proses yang yang continue dan berkelanjutan setiap tahapan hingga usia lanjut. Proses perkembangan religiusitas merupakan perpaduan antara potensi bawaan keagamaan yang dimiliki oleh semua manusia serta pengaruh yang datang dari luar, yakni faktor lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, serta pengaruh pendidikan yang diperolehnya.
Perkembangan religiusitas pada usia anak mempunyai peranan yang sangat penting. Dimana fase ini merupakan tahap pewarnaan dan penguatan rasa agama anak. Anak belum bisa menolak ataupun menyetujui segala yang masuk dalam dirinya sehingga warna apapun yang diberikan dalam bentuk penanaman nilai agama dan konsep ketuhanan akan diterima. Religiusitas pada usia anak akan mengakar kuat dan sangat berpengaruh sepanjang hidupnya.
Fase perkembangan anak awal yaitu usia 0-6 tahun. Pada fase ini, karakter rasa agama disebut Ideas accepted on authority, dimana anak mendapatkan pengetahuan tentang keagamaan seluruhnya berasal dari luar dirinya terutama orang tua. Orang tua mempunyai otoritas yang kuat dalam menanamkan rasa agama pada anaknya.
Pada hakikatnya setelah dilahirkan anak sudah mulai mengaktifkan semua indranya untuk menyerap informasi dari luar. Oleh sebab itulah, saat lahir seorang anak sudah didengarkan lafadz-lafadz adzan agar dia mengenal Tuhannya. Berdasarkan pengalaman kami yang dibesarkan di lingkungan keluraga dan masyarakat yang agamis, orang tua kami sering menidurkan kami dengan dengungan pujian- pujian kepada Allah dan sholawat Nabi. Ketika usia bertambah, anak sudah mulai bisa bicara, orang tua kami mengajarkan menyebut asma Allah, Muhammad, mengajarkan mengucap salam saat masuk dan keluar rumah.
Karakter rasa agama anak juga bersifat imitative, yaitu menyerap dan meniru perilaku sehari-hari orang terdekatnya yaitu orang tuanya. Maka selain mengenalkan lafadz adzan sebagai pertanda waktu sholat, orang tua kami juga mengajak pergi ke masijid untuk melaksanakan sholat berjama’ah. Di situlah secara tidak langsung kami bisa mengamati dan menirukan gerakan-gerakan sholat. Diperlukan juga sugesti dan sikap positif terhadap aktifitas ‘’meniru ‘’ tersebut sehingga bisa memperkuat aktifitas tersebut sebagai perilaku keagamaan yang menjadi pembiasaan yang kuat.
Metode yang digunakan dalam penanaman rasa agama bisa dengan sesuatu yang menarik dan menyenangkan, misalnya dikemas dalam bentuk cerita; tentang surga dan neraka, pahala dan siksa, cerita keteladanan nabi-nabi dan para sahabat. Hal ini akan merangsang anak untuk berimaginasi betapa indah dan nikmatnya hidup di surga dan mengerikan jika dimasukan ke neraka. Orang tua tetap memberikan pemahaman pemahaman yang positif mengenai amalan dan ibadah yang harus dilakukan agar mendapat pahala dan menjadi penghuni surga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah tahap penguatan (7-12 tahun). Pada tahap ini anak sudah mulai memahami konsep ketuhanan secara realistic dan konkrit. Selain memperoleh konsep ketuhanan dari keluraga, pada usia ini anak juga mendapatkan pengetahuan dari sekolah dan TPA ( Taman Pendidikan Al-qur’an). Dari realitas yang kami alami, dari madrasah ibtida’iyah ( setingkat SD ) dan dari TPA kami mulai tahu dan bisa membaca alqur’an dengan baik dan benar, belajar tajwid, belajar tentang tata cara sholat, belajar menghormati terhadap yang lebih tua, dan menyayangi terhadap yang lebih muda.. Tapi aplikasi konsep keagamaan hanya sebatas meniru ritual tanpa mengeatahui makna dari apa yang dikerjakannya ( Verbalized and ritualistic).
Interaksi yang terjadi semakin luas. Anak mulai mempunyai dunia baru selain keluarga yaitu dunia teman sebaya. Dalam dunia ini, seorang anak mengaplikasikan nilai-nilai yang telah diajarkan orang tuanya di rumah, kemuadian ia tahu konsep nilai mana yang diterima. Interaksi ini bisa menjadi motivasi untuk berperilaku yang diterima oleh lingkungan pergaulan sehingga ia merasa diakui keberadaannya.Pengawasan dan perhatian orang tua menjadi sangat penting ketika lingkungan pergaulan anak bertolak belakang dengan nilai religiusitas yang telah diajarkan..
Dalam usia ini, kami sudah dikenalkan tentang arti baligh dan konsekuensinya apabila kita telah mencapai usia baligh. Peran orang tua sebagai penguat dan memberikan instruksi yang tegas tentang tanggung jawab seorang muslim yang sudah baligh sehingga terbentuk kedisiplinan anak dalam beribadah, penerapan nilai agama dalam etika dan moral kehidupan sehari-hari.
Strategi penanaman rasa agama pada tahap ini, selain keteladanan yang telah dicontoh mereka sehingga menjadi pembiasaan, rutinitas, dan disiplin juga perlu pengajaran ( direct teaching) atau perintah yang tegas agar meraka tidak melanggar apa-apa yang sudah menjadi rutinitas dan kebiasaannya.




Berikut adalah dimensi rasa agama anak berdasarkan pengalaman penulis.

no
Rasa agama
Items
1
Ritual
Saya sudah melakukan shlat 5 waktu


Saya belajar membaca alqur’an di sekolah dan di TPA


Saya member sedekah kepada para peminta-minta.
2
Doktrin
Ada surge bagi orang yang baik dan neraka bagi orang yang jahat.


Orang yang berbuat baik akan mendapat pahala


Hari kiamat pasti akan datang
3
Knowledge
Saya suka membaca buku ceriata kisah nabi dan sahabat


Saya tahu tentang agama islam dari pelajaran di sekolah


Saya mengetahui dan bisa baca tulis alqur’an dari belajar di TPA.
4
Emotion
Saya merasa sedih jika teman saya sedang sakit atau mendapat musibah.


Saya senang bila bulan ramadhan tiba.


Saya senang ketika hari raya idul fitri.
5
Ethics
Saya menyayangi kepada yang lebih muda dan menghoramati yang lebih tua.


Saya selalu mematuhi perintah orang tua.


Saya mencium tangan orang tua ketika akan berangkat sekolah


Saya mengucapkan salam ketika bertemu dengan bapak dan ibu guru.
6
Community
Saya ikut takbir keliling saat idul fitri tiba.


Saya mengikuti peasntren kilat di sekolah.


Saya mengikuti acara berjanji pada bulan maulud.

1 komentar:

  1. saya tertarik dengan tulisan anda
    kebetulan saya sedang proses penelitian ttg religiusitas
    paparan anda tersebut berasal dari sumber mana?
    sebagai acuan saya untuk menyelesaikan penulisan penelitian saya
    terima kasih

    BalasHapus